Minggu, 26 Januari 2014

Kasus 1 : Hartoyo Sebagai Manajer

Kasus 1 : Hartoyo Sebagai Manajer
            Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari tentara. Semangat kerja departemennya rendah sejak ia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
            Pada jam istirahat makan siang, hartoyo bertanya pada drs. Abdul hakim, ak, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul hakim menjawab bahwa dia telah mendengar secara informal melalui komunikasi “grapevine”, bahwa para karyawan hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (hartoyo) menyatakan, “dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya untuk berbuat seperti itu.”

Pertanyaan kasus :
1.        Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh hartoyo? Bagaimana keuntungan dan kelemahannya? Bandingkan motivasi bawahan hartoyo sekarang dan dulu sewaktu tentara.
Berdasarkan kasus di atas , saya berpendapat bahwa  Hartoyo masih terbawa kebiasaan sebelumnya yaitu iamasih terbiasa dengan rutinitasnya sebagai tentara sehingga gaya kepemimpinan yang dulu saat ia menjadi tentara terbawa hingga saat ini ia menjabat sebagai manajer. Gaya kepemimpinan seperti Hartoyo bisa kita katakan sebagai gaya kepemimpinan dengan Tipe Militerlistik. Tipe militerlistik itu merupakan tipe kepemimpinan yang tegas, dimana lebih diterapkannya disiplin yang tinggi namun terkadang tipe ini menjadikan segalanya kaku. Mengapa disebut kaku , karena terkadang tipe kepemimpinan ini dalam berkomunikasi nya juga masih menggunakan bahasa yang formal selain itu segala aktivitasnya juga masih bersifat formal dimana manajer disini menggunakan system komando atau perintah, sehingga terkesan kaku.
Di dalam membangun suatu perusahaan yang baik dan sejahtera, hal yang penting yang harus ada di dalam perusahaan tersebut adalah kerjasama yang kokoh antara manajer dengan karyawan , atau karyawan dengan karyawan. Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe kepemimpinan militerlistik, jelaslah bahwa tipe pemimpin seperti ini bukan merupakan pemimpin yang ideal. Karena lebih terkesan perusahaan itu yang mendominasi hanyalah sang manajer, dimana karyawan-karyawan hanyalah menjalankan sesuai yang diperintahkan oleh manajer.seharusnya kan karyawan juga berhak mengeluarkan pendapatnya atau ide ide yang brilian untuk perusahaan tersebut. Dan jika kita lihat dari kasus Hartoyo tersebut, perusahaan tersebut tidak akan maju karena sudah pasti salah satunya karena semangat kerja para karyawan menjadi rendah karena mereka tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat oleh hartoyo sendiri.
Tipe militer dalam kepemimpinan memang bagus untuk karyawan, karena karyawan tentunya menjadi sangat disiplin. Namun selain kelebihannya , ada juga kekurangan dari tipe kepemimpinan militer ini, yaitu Hartoyo tidak dapat menerima kritik atau saran dari karyawannya dikarenakan Hartoyo tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan karyawannya.

2.       Konsekuensinya apa, bila hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya? Apa saran saudara bagi perusahaan, untuk merubah keadaan?
Menurut pendapat saya, konsekuensi yang terjadi apabila hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya adalah bawahan hartoyo akan terus bersikap tidak puas dan agresif kepadanya. Jika terus menerus dibiarkan seperti itu, pekerjaan bawahan hartoyo pun tidak akan maksimal. Para karyawan akan bekerja setengah hati ,bahkan pekerjaan mereka bisa sangat buruk. Hal tersebut juga pasti akan berdampak besar pada perusahaan tersebut. Dimana sudah rendahnya motivasi karyawan untuk memajukan perusahaan tersebut.
Dan menurut pendapat saya, hartoyo itu harus merubah gaya kepemimpinannya. Sebab, orang-orang yang bekerja sebagai tentara mempunyai pemikiran yang berbeda dengan orang-orang yang bekerja di  perusahaan. Jangankan orang yang berbeda profesi, orang yang se-profesi saja kadangkala mempunyai buah pikir yang berbeda. Mungkin hartoyo dapat menggunakan gaya kepemimpinan tipe open leadership, yaitu hartoyo dapat mengambil keputusan yang dibuatnya tetapi ada pendekatan antara dia dan karyawan.


Kamis, 09 Januari 2014

Tegaskan , Bahwa Mencontek Bukan Budaya Kita !

Pernah kah kalian mencontek ?? apa sih sebenarnya tujuan kalian mencontek itu ?? dan apakah kalian puas dengan nilai yang kalian dapat dari hasil mencontek ?? tentu saja setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda akan pertanyaan tersebut. Mencontek bukanlah kata yang asing di telinga kita. Entah budaya ini datangnya dari mana yang hingga sampai saat ini sudah menjadi kebiasaan bagi para pelajar. Bahkan kita pun terkadang tidak pernah sadar, bahwa mencontek itu sebenarnya sangat merugikan diri kita. Kita menganggap bahwa mencontek itu adalah hal yang sudah biasa dilakukan, dan kita pun akan berfikiran pendek sehingga memudahkan segala sesuatu tanpa adanya usaha keras dari kemampuan yang kita miliki.
Banyak orang yang tahu dampak negative dari mencontek itu, namun mereka seakan tak pernah peduli dan tidak malu lagi untuk melakukannya. Secara tidak langsung mencontek perlahan menghapus 2 hal terpenting yang ada dalam diri kita , yaitu : kejujuran dan rasa malu. Jika di dalam diri kita perlahan kejujurannya sudah mulai terkikis bagaimana kita akan bisa memajukan bangsa, ketidakjujuran yang tadinya hanya setitik jika kejujuran itu terkikis terus maka cepat atau lambat kejujuran itu akan mulai hilang dan akan digantikan dengan sebukit ketidakjujuran.
                Kebanyakan orang mencontek hanya karna untuk mendapatkan nilai yang bagus. Tapi nilai bagus itu percuma jika hasil dari mencontek. Nilai dari hasil mencontek dan nilai dari hasil kemampuan sendiri itu sangat llah beda rasanya. Jika kita mendapatkan nilai yang bagus karena hasil kemampuan diri sendiri maka kita pun akan bangga terhadap diri kita dan kita semakin percaya diri. Tapi jika kita mendapatkan nilai bagus dari hasil mencontek , secara langsung kita akan dibodohi oleh diri kita sendiri. Karena nyatanya pencontek itu hanya sering menggunakan kemampuan menirunya saja tanpa pernah menggunakan kemampuan otaknya.
.
Bisa dikatakan bahwa mencontek itu merupakan bibit dari korupsi. Prinsip mencontek mirip dengan prinsip korupsi. Mencontek itu mengambil jawaban teman untuk mendapatkan nilai bagus. Sedangkan korupsi mengambil uang rakyat untuk mendapatkan kekayaan dan niatan untuk menguasai. Semakin sering mencontek, semakin besar peluang untuk korupsi. Angka korupsi di Indonesiaini sudah sangat tinggi. Apa kita mau mempermalukan negara kita tercinta ini dengan memperbanyak jumlah koruptor?? Percuma sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya menjadi narapidana akibat korupsi.


Jadi, sebaiknya mulai sekarang kita menghilangkan budaya mencontek dengan carabelajar dengan sungguh-sungguh, mendekatkan diri kepada Alloh SWT, meningkatkan rasa percaya diri, melawan rasa malas, dan meningkatkan kedisiplinan. Semoga budaya mencontek berangsur-angsur hilang dari kehidupan pelajar, khususnya di Indonesia. Dan kita tegaskan pada diri kita MENCONTEK ITU BUKANLAH BUDAYA KITA !! J